Jiya ji jiya.. Seraut wajah panah pusar pada hati, entah
senyum berhias gula undang semut mengerumuni atau
paras ayu layangkan khayal yang menenggelamkan
imaginasi ataupun lamunan bermuara pada seraut
wajah kelmarin pagi, ketika gerimis menghampiri pagi,
paras ayu bawakan payung menghalangi hujan basahi,
Aroma nan baru dikenal menyusup mendarat pada pagi,
entahkah terjaga dalam mimpi, entah aku yang
berhalusinasi.
&&&&&&&
Bilamana kau hadir dalam hidupku
Capai ingatan rawakku hampir penuh
Mujur ada pemacu keras hatiku
Segala data-data tentangmu tersimpan di situ
Bahkan selalu ada perantaian balik
Putar ulang automatik
Lantas meninggalkan memori singgahan
Pun begitu masih berinteraksi dalam talian
Lalu terjadi algoritma penerima pilihan
Menanjak penyurat-balik anonim
&&&&&&&&&
Jika aku tak dapat melihatmu, kutitipkan mataku kepada
angin pagi yang dapat melukiskan lembutnya
penantianmu
kutitipkan sejengkal kerinduan membasuh letih akan
sepi
Akan kutitipkan semua pada angin yang berhembus
lembut padamu
------
Bukan kaki yang menentukan langkah
namun hati yang bergerak
akanku persembahkan kematianku
Untuk hidup terbaikmu
Dalam hidup ini cerita tokohnya tak jauh dari arjuna
sendiri
dalam lakon maharata antara arjuna dan srikandi
sama-sama jadi tokoh protagonis
Dalam bening terjelma
di hujung lamun sebuah pintu
terbuka bayang semata
dari gemuruh rindu yang tak bertepi
maka jangan palingkan wajahmu
kerana diamku
--------
Saat ini bukan untuk menentukan siapa menang siapa
benar
Bukan mencipta mimpi satu gagasan
Serbu.... Merdeka atau mati
Dalam serbuan bambu runcing menyatu
Teruskanlah bunyi-bunyi ayat suci
Teriakan semangat juang demi negeri
Menjunjung titah hingga ke akhir nadi
--------
Dari awal aku ada membawa segenggam peony bagimu
duhai dinda, tak kurang ada yang kelopaknya
berterbangan memancarkan ingin setiap insan.
Desir angin riuh suara hwa mei dan selembar daun yang
berolang-aling perlahan bahawa aku menyusup ke
dalam tiap abjad, dan sela jemarimu yang lentik selalu
tunduk pada kalam.
Setiap siluet lagu memburu si pendiam, agar bersuara
dengan apa saja tentang yang tak bisa dijangkau nalar,
dan saat kau membaca ini maaf, aku sedang sibuk.
@@@@
Aku rindukan kehangatan sabtu yang hadir bersama
senyumanmu. Tak bosan aku bersajak tentang sabtu
yang terpisah jarak dan waktu.
Dengan kau jauh di sana, aku mengenal rindu. Rindu
yang mengenalkanku lebih dalam pada cinta. Cinta
yang lebih bererti, sejati menyatukan aku dan kau
menjadi kita.
Aku juga, kadang kalah pada dingin. Yang menepuk
pergelangan tanganku yang telanjang, tanpa jemarimu
untuk kutautkan. Tapi kenangan menjagaku agar tetap
berpengharapan, bahawa masa depan kita adalah jalan
dan genggam yang beriringan.
Nukilan Ibnu Amar
No comments:
Post a Comment