Entah lama mana telah dia kenal
Perempuan sederhana bersorot mata teduh.
"Jadilah perempuanku dan bakal ibu untuk anak-anakku,” kata lelaki itu perlahan pada sebuah senja yang basah oleh gerimis. Pada keteduhan matanya ia menangkap kepastian dan keyakinan. Perempuan itu menggigit bibir. Mereka berdua sesungguhnya sangat dekat, tapi berjarak.
•••••••
Di bawah salah satu sisi langit
Aku menatap sebuah kejauhan
Antara terang bulan dan lampu taman
Rindu barangkali
Rindu berjalan beriringan di kota
Kota nan indah dengan neon gemerlapan
November bukan sekadar tercatat di kalendar
Ia catatan yang aku tanda pada angka yang disebut
tarikh
Berharap satu keajaiban akan berlaku padaku
Membawa sendu dari hati
Sendu 140 kilometer
•••••••
Udara yang diam begitu indah
menghadirkan bola matahari dengan kemuning sinarnya
aku teringat kamu terpuruk di sudut kamar
menyanyi tanpa kata-kata
rinduku menyulam pintalan doa
tanpa lelah… untuk pagimu yang indah
Kemarilah.. kuajak kau menuang kopi
yang menghangatkan pagi
hngga akhirnya kita tuntaskan dahaga
pada kuncup-kuncup bahagia
menunggu di akhir waktu yang tetap saja bisu
Nukilan Ibnu Amar
No comments:
Post a Comment